PELIBATAN SWASTA DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA (Part 1)

Ilustrasi wisatawan mancanegara di Bali.(Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Bali.(Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

Sektor pariwisata berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya mampu menekan kemiskinan. Hal ini menjadi hal yang cukup penting mengingat Indonesia dengan 17.000 pulau berikut keanekaragaman hayati dan budaya memiliki potensi pariwisata yang cukup besar. Tidak sampai disitu, promosi pariwisata halal yang digaungkan oleh kemenpar juga sangat menarik kedatangan wisatawan mancanegara dari negara-negara muslim[1].

Pada tahun 2016, pemerintah lalu mencanangkan sepuluh proyek “Bali Baru” yang tujuannya meningkatkan jumlah wisatawan asing. Proyek-proyek ini merupakan inisiatif pemerintah dalam upaya membangun destinasi wisata yang dapat meniru keberhasilan serta dampak ekonomi yang sama seperti Bali. Keberhasilan Bali sebagai “surga pariwisata” bahkan tercatata dalam survei ekonomi Indonesia oleh OECD pada tahun 2018[2].

 

Bagaimana pelibatan swasta dalam pengembangan sektor pariwisata?

Jika merujuk pada konsep besar kerjasama pemerintah swasta (KPS), maka kerja sama yang terjalin antara pemerintah dan pihak swasta dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti service contract, management contract, lease contract, concession, Build Operation Transfer, Joint Venture Agreement, dan lain-lain. Masing-masing bentuk kerja sama tersebut mewakili beberapa keunggulan dan kelemahannya. Berikut ini merupakan contoh-contoh skema yang dapat dilakukan;

skema service contract

Skema service contract merupakan kerja sama pemerintah dengan pihak swasta untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu relatif pendek, misal satu sampai lima tahun. Pihak swasta berposisi sebagai pemilik aset dan penanggung jawab risiko keuangan secara penuh. Di dalam proses ini tidak terlalu membutuhkan komitmen politik, biaya recovery, regulasi, dan informasi dasar. Contohnya pengumpulan dan pembuangan sampah alias penanggung jawab kebersihan di kawasan destinasi, perawatan fasilitas dan infrastruktur pariwisata, yang kesemuanya bisa saja dimitrakan kepada pihak swasta.

skema management contract

Kerja sama jenis ini tidak jauh berbeda dengan service contract. Yang membedakannya adalah kerja sama dilakukan pada tingkatan operasional manajemen dan maintenance dengan jangka waktu beberapa tahun, misalnya. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik aset, investor, dan bertanggung jawab atas risiko finansial dalam batasan minimal. Biasanya secara teknis, dalam proses seleksi, hanya ada satu kali kompetisi dan tidak ada pembaharuan perjanjian. Keunggulan dari management contract adanya keterlibatan pihak swasta yang lebih kuat. Namun kelemahannya manajemen tidak memiliki pengawasan yang kuat secara menyeluruh (meliputi keuangan, kebijakan pegawai, dan sebagainya). Contohnya tidak jauh berbeda dengan service contract seperti pengelolaan fasilitas umum sektor pariwisata seperti tempat parkir, pengelolaan tiket destinasi, atau perawatan dan pengelolaan toilet umum.

lease contract

lease contract di mana pemilik modal adalah sektor publik (pemerintah) namun pihak swasta turut menanggung risiko keuangan (risiko menengah). Kelemahannya akan menimbulkan potensi konflik antara pihak swasta sebagai operator pelaksana dan sektor publik (pemerintah) sebagai pemilik modal. Contohnya pengelolaan taman hiburan, bandara, dan armada bis, dan sebagainya.

________________________________________________________________________________________________

 

[1] https://lifestyle.sindonews.com/read/1239999/156/dorong-pariwisata-indonesia-makin-mendunia-lewat-konten-youtube-1698757823

[2] https://www.mongabay.co.id/2023/10/15/alih-alih-pariwisata-berkelanjutan-indonesia-memerlukan-pariwisata-regeneratif/


1 November 2023 |