DUA KESALAHPAHAMAN DALAM KPBU – AP, CONTOH KASUS: SPAM JATILUHUR I (PART 2)

KESALAHAN KEDUA: KESALAHAN DALAM PENCATATAN UTANG DAN BEBAN

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah pencatatan utang dan beban yang tidak sesuai. Banyak Pemda yang langsung mencatat seluruh nilai proyek sebagai utang, padahal seharusnya diakui secara bertahap seiring dengan pembayaran AP / sesuai masa kontrak.

“Utang hanya boleh diakui sesuai dengan kewajiban pembayaran per termin, bukan sekaligus. Pembayaran AP pun baru dilakukan jika layanan sudah tersedia, jadi tidak boleh dicatat di awal,” jelas Suhendro.

 

Berikut merupakan kesalahpahaman yang kerap terjadi dalam pencatatan;

  1. Pencatatan Utang yang Prematur
    • Karena tidak ada uang masuk ke kas daerah atau pembayaran bunga-pokok seperti utang konvensional, pembayaran KPBU-AP tidak boleh dicatat sebagai utang di awal proyek.
    • Pemda hanya boleh mencatat beban dan utang jangka pendek per tahun, itupun hanya jika layanan sudah diberikan sesuai SLA.
  2. Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian Fiskal
    • Banyak daerah menganggarkan seluruh nilai proyek dalam satu tahun atau mencatatnya sebagai utang jangka panjang sejak awal.
    • Padahal pencatatan harus benar-benar berbasis kinerja: jika layanan tidak memenuhi standar, pembayaran bisa ditunda/dikurangi.
  3. Mekanisme Claw Back yang Tidak Dimanfaatkan
    • Ada ketentuan claw back (penarikan kembali kelebihan pembayaran) jika layanan tidak sesuai.
    • Namun mekanisme ini sering tidak berjalan karena:
      • Dokumentasi penilaian kinerja tidak sahih
      • Sistem pengendalian internal tidak aktif
  4. Pencatatan Aset yang Tidak Sesuai Ketentuan
    • Selama proyek berjalan, aset yang dibangun badan usaha belum boleh dicatat sebagai milik daerah.
    • Aset baru bisa diakui setelah:
      • Ada serah terima resmi melalui BAST
      • Sesuai aturan Permendagri 19/2016 jo. Permendagri 7/2024 (hibah nonkas/transfer investasi)

 

DAMPAK DAN REKOMENDASI

Kesalahan konseptual ini berpotensi menyebabkan:

  1. Distorsi Laporan Keuangan – Overstatement utang dan aset.
  2. Pelanggaran Prinsip Akuntansi – Tidak sesuai dengan standar akrual berbasis kinerja.
  3. Risiko Fiskal – Pembebanan anggaran yang tidak proporsional.

 

Untuk itu, direkomendasikan beberapa hal berikut:

  1. Pemda harus memastikan BAST dan SLA terpenuhi sebelum mencatat utang atau beban.
  2. Pembayaran AP harus dianggarkan sebagai belanja operasional, bukan modal.
  3. Perlu pelatihan intensif bagi aparatur keuangan daerah terkait mekanisme KPBU-AP.

 

“Dalam kasus SPAM Jatiluhur I, BPK menemukan bahwa belum ada serah terima aset dan SLA yang terpenuhi, tetapi nilai kontrak sudah dicatat penuh di neraca. Ini tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan,” ujarnya.

Catatan Editor:

  • KPBU AP (Availability Payment) adalah skema pembayaran pemerintah kepada swasta berdasarkan ketersediaan layanan infrastruktur, bukan pembangunan fisik.
  • Proyek SPAM Jatiluhur I adalah proyek air minum di Jawa Barat dengan nilai investasi signifikan.
  • BPK dalam LHP 2023 menilai pencatatan KPBU AP harus mengikuti PSAK berbasis akrual.

 

Berita di kutip dari: https://lampost.co/opini/kpbu-infrastruktur-daerah-terbangun-penatausahaan-harus-terjaga/


28 May 2025 |