KAJIAN LITERATUR: BENCHMARK PENYELENGGARAAN KPBU DI DUNIA PENDIDIKAN

Figure 1 Potret fasilitas Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia sumber: Potret Buram Pendidikan Di Indonesia - Revolution Modern Live Style (alifrindra.blogspot.com)
Figure 1 Potret fasilitas Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia sumber: Potret Buram Pendidikan Di Indonesia - Revolution Modern Live Style (alifrindra.blogspot.com)

Pemerintah mendorong dan mendukung kemajuan dunia pendidikan Indonesia. Salah satu bentuk dukungan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Sesuai amanat UUD 1945 pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Disisi lain, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso, mengkritisi bahwa masih ada kebutuhan pembangunan maupun renovasi atau rehabilitasi sekolah yang rusak (Simorangkir, 2017)[1]. Tahun 2017 ditemukan bahwa Sekolah Dasar (SD) negeri di Brebes masih kekurangan kelas sekitar lebih dari 100 ruang (www.jateng.tribunnews. com, 2017)[2]. Lebih lanjut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menyampaikan bahwa hasil verifikasi data kementeriannya menunjukkan sekolah yang rusak ringan sampai berat kurang dari 60 persen. Sebagian besar bangunan adalah peninggalan SD inpres atau bangunan yang sudah berusia lebih dari 40 tahun dimana bangunan tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

Keterlibatan swasta dalam hal ini KPBU dapat mengubah paradigma sistem pengadaan tradisional oleh sektor publik yang menekankan kepemilikan aset menjadi ketersediaan layanan. Menurut Robinson & Scott (2009)[3], skema PPP memaksa sektor publik untuk berpikir secara holistik dan memiliki grand design mengenai fasilitas dan sarana pendidikan yang perlu disediakan untuk menghasilkan generasi penerus bangsa sesuai cita-cita. Lalu bagaimanakah penerapan PPP dalam dunia pendidikan? Perseden seperti apa yang pernah dilakukan, berikut ulasannya

Penggunaan skema KPBU untuk penyelenggaraan pendidikan bukan hal yang baru dilakukan oleh negara maju maupun berkembang (Aslam et al, 2017[4]; Larocque, 2008[5]; Verger & Moschetti, 2017[6]). Skema PPP untuk pendidikan atau PPPs in education (ePPPs) pertama kali dibahas dalam laporan bersama World Bank dan ADB pada tahun 2000. Skema ePPPs dianggap sebagai solusi kebijakan dalam efektivitas biaya untuk menjawab masalah akses dan kualitas yang banyak dihadapi oleh sistem pendidikan di berbagai negara, khususnya negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Beberapa negara maju dan berkembang seperti US, Inggris, Malaysia, Pakistan, dan Colombia telah menggunakan skema PPP untuk penyediaan fasilitas sektor pendidikan. Di Inggris, inisiatif kerjasama tersebut dimulai di beberapa Pemerintah daerah pada tahun 2003 yang dikenal dengan skema Building Schools for the Future (Aritua et al, 2008)[7]. Pemerintah Malaysia menggunakan skema PPP untuk pengadaan infrastruktur pendidikan dengan mendeklarasikan Malaysian Trust School Programme pada tahun 2010 (Hamilton, 2014)[8]. Salah satu model ePPPs yang paling awal adalah private management of public schools atau disebut juga contract schools, di mana pemerintah mengadakan kontrak jangka panjang dengan badan usaha untuk pelaksanaan operasional sekolah. Walaupun dikelola oleh pihak swasta, namun sekolah tersebut merupakan milik publik dan dibiayai oleh publik. Isi kontrak dapat meliputi pemenuhan beberapa kebutuhan fisik dasar sekolah, hingga target capaian siswa, dan pemenuhan tujuan program sekolah. Contohnya beberapa proyek ePPPs di Pakistan dan Colombia (Larocque, 2008)5.

[1] Simorangkir, E. (2017). Dana Pendidikan Lebih Banyak Untuk Gaji Ketimbang Bangun Sekolah. Retrieved July,03 2023, from https://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/d-3738100/danapendidikan-lebih-banyak-untuk-gaji-ketimbang bangun sekolah

[2] www. Jatengtribunnews.com (2017). Duh, Sekolah Dasar Negeri di Brebes Kekurangan 100 Lebih Ruang Kelas. Retrieved September 18, 2018, from Sekolah Dasar (SD) negeri di Brebes masih kekurangan kelas sekitar lebih dari 100 ruang

[3] Robinson, H. S., & Scott, J. (2009). Service delivery and performance monitoring in PFI/PPP projects. Construction Management and Economics, 27(2), 181–197. https://doi. org/10.1080/01446190802614163

[4] Aslam, M., Rawal, S., & Saeed, S. (2017). PublicPrivate Partnerships in Education in Developing Countries: A Rigorous Review of the Evidence

[5] Larocque, N. (2008). Public-Private Partnerships in Basic Education: An International Review

[6] Verger, Antoni; Moschetti, M. (2017). PublicPrivate Partnerships as an Education Policy Approach: Multiple Meanings, Risks and Challenges (Education Research and Foresight Working Paper

[7] Aritua, B., Smith, N. J., & Athiyo, R. (2008). Private finance for the delivery of school projects in England. Proceedings of the Institution of Civil Engineers – Management, Procurement and Law, 161(4), 141–146.

[8] Hamilton, A. (2014). The Malaysian Trust School Model: It’s good but is it sustainable? Retrieved from ideas.org.my/wp-content


4 July 2023 |