Jakarta – Indonesia menargetkan penurunan biaya logistik nasional menjadi 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2045[1]. Target ini menjadi tantangan besar mengingat saat ini biaya logistik masih mencapai 16 persen dari PDB, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju yang rata-rata hanya 8-10 persen.
Menurut studi yang dipublikasikan dalam Journal of Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan oleh YusyahBella et al (2019)[2], tingginya biaya logistik Indonesia berdampak signifikan terhadap daya saing produk dalam negeri. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki biaya logistik sekitar 13,2 persen, Malaysia 13 persen, dan Singapura hanya 8,5 persen dari PDB.
“Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, infrastruktur yang belum memadai/rendahnya kulitas infrastruktur yang ada menjadi penyebab utama tingginya biaya logistik,”[3] di sisi lain, implementasi Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di sektor transportasi dan logistik mampu mempercepat pembangunan infrastruktur dan mengurangi biaya logistik
Kasus keberhasilan efisiensi biaya logistic dapat dilihat pada Pembangunan Jalan Tol yang terbangun dengan skema KPBU, Dimana koneksi jaringan jalan secara tidak langsung meningkatkan efisiensi logistik[4]
Untuk mencapai target 2045, menurut mantan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi “Indonesia perlu fokus pada percepatan pembangunan konektivitas, penerapan sistem logistik hijau, pengembangan kompetensi SDM, standardisasi layanan, dan integrasi dengan pasar logistik ASEAN”[5]
Susantono dkk dalam Transport Policy (2023)[6] menegaskan bahwa investasi dalam infrastruktur transportasi multimodal penting dalam menurunkan biaya logistik dalam jangka panjang. Penurunan biaya logistik tidak hanya akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.